Oleh:Sanghyang Mughni Pancaniti
"Nak, dalam memahami sesuatu, gunakanlah pengetahuanmu. Perasaan benci dan cinta, singkirkanlah terlebih dahulu.!"
Kata-kata ini diucapkan Ayah (KH.Q. Ahmad Syahid) dalam mimpiku. Kami bertemu di sebuah tempat yang entah dimana. Dan ketika bangun tidur, tubuhku menggigil, keringatku menderas, terpana aku oleh pesan Ayah ini.
Mimpi itu terjadi ketika aku kuliah di UIN Bandung, dan baru semester 2. Siapa yang tak bahagia, ditemui oleh Guru yang amat dihormatinya dalam ruang yang tak terduga: alam mimpi. Pesan Ayah itu menggedor kesadaranku, menulusup pada kedirianku yang paling dalam. Bahkan ajaibnya, benciku pada Gus Dur seketika remuk. Ya, benci yang mengkristal selama bertahun-tahun itu rubuh. Pecah dan meledak. Meski aku belum mengetahui, apakah aku akan jatuh cinta padanya.
Kebencianku pada Cucu Mbah Hasyim Asy'ari itu, membenam di dada saat aku masih kecil, saat segala informasi dengan mudah kutelan dan kuterima. Tapi hari ini, aku sudah besar, sudah memiliki gelar Mahasiswa, dan sudah semestinya aku memahami sesuatu dengan pengetahuan dan ilmu. Dan Ayah lah yang menyadarkanku akan hal itu.
Penelusuranku tentang pemikiran Gus Dur dimulai. Pemikiran Gus Dur yang pertama kujelajahi adalah, kenapa ia selalu ada digaris depan untuk membela orang-orang yang dinyatakan 'bersalah' oleh kebanyakan orang? Terutama mereka yang dinilai melanggar keadaban orang Muslim. Goyang Inul, misalnya, ketika banyak orang Islam yang menghujat penyanyi asal pasuruan itu, Gus Dur lah yang paling terang-terangan menyodorkan tangannya untuk memberi perlindungan padanya.
Apakah itu disebabkan Gus Dur mendukung tingkah laku Inul? Tidak.! Tidak seperti itu yang kulihat. Bagiku, Gus Dur adalah 'jalan terakhir' dalam konsep Dakwah yang termaktub di Surat Al-Ashr.
Pemikiran Gus Dur selanjutnya yang terendus olehku adalah, tentang pembaptisannya di sebuah Gereja. Ini yang dulu paling membuatku muak. Kenapa seorang Kyai mau-maunya masuk ke tempat ibadah orang lain, bahkan didoa'kan oleh banyak orang dengan nama Bapak, Yesus, dan Bunda Maria. "Itu murtad.!" Teriakku saat itu ketika melihat rekaman Videonya.
Tapi rupanya, ada hal penting yang kulupakan, bahwa peristiwa itu terjadi saat Gus Dur sedang menjadi Kepala Negara. Ini artinya, dia bukan hanya milik orang Islam, tapi semua masyarakat Indonesia. Tak peduli dengan adat atau Agama yang berbeda, dirinya harus tetap berlaku adil, semuanya harus dipandang dalam martabat yang sama. Masalah tentang Do'a umat Kristiani untuk Gus Dur itu, yang digelincirkan oleh majalah Sabili sebagai praktik 'Pembaptisan', akhirnya hanya ditertawakan oleh Gus Dur.
Bagaimana tidak? Bagi Gus Dur, agama itu letaknya di hati, dan Tuhanlah yang menghakimi. "Kalau saya shalat, puasa, zakat, naik haji, tapi jika hanya pura-pura? Kan batal semua. Nah para pendeta itu tidak hafal dengan Isi hati saya." Ungkap Gus Dur kepada sahabatnya Cak Nun.
Kalimat Gus Dur ini menjadi sesuatu yang saya telusuri selanjutnya. Gara-gara ungkapan ini, Gus Dur dihakimi habis-habisan oleh banyak orang Islam. Dia dituduh telah menghina al-Qur'an, mencaci Agama, dan melecehkan Pembuatnya, yakni Allah.
Karena Porno berkonotasi negatif, tentu itu tak pantas jika disandingkan dengan al-Qur'an yang suci. Kemudian saya bertemu dengan bukunya Muhammad Guntur Romli yang berjudul, 'Ustadz, Saya Sudah Di Surga'. Di buku ini lah, saya mendapatkan ungkapan Gus Dur tentang porno itu secara lengkap dan utuh. Guntur Romli kebetulan waktu itu menemani Gus Dur dalam sebuah acara kongkow, di tengah acara Gus Dur bilang, "Seandainya ada orang yang pikirannya ngeres, tentu dia akan bilang bahwa AL-QUR'AN KITAB PALING PORNO. Karena di dalamnya ada pembicaraan tentang menyusui."
Lihatlah, kata-kata Gus Dur ditebas sedemikian rupa. Hingga akhirnya, kalimat yang sebenarnya merupakan 'Pengandaian', dipropagandakan sebagai 'Statmen Penghinaan'. Ah, aku sangat mengerti, kehancuran yang diakibatkan oleh 'mengutip' setengah-setengah semacam ini. "Gitu aja kok repot."
Bagiku, kalimat yang menjadi khas Gus Dur ini, adalah puncak dari semua pemikirannya. mungkin bagi Kyai yang senang bersilaturahmi kepada para Ulama ini, segala yang terjadi di dunia ini adalah sederhana, tak ada satu pun peristiwa yang boleh membuat dirinya repot, tak ada satu pun kejadian yang boleh mengusik hatinya untuk dzalim, menindas, mengasingkan, menghina, menghujat, dan berlaku tidak adil kepada sesama manusia. Itulah yang membuat Gus Dur tetap 'kalem' meski dicaci sedemikian rupa.
Berbeda dengan kita, yang terkadang terlalu 'Baper' pada banyak peristiwa yang mendatangi, sehingga kehidupan ini dipandang sebagai kerepotan-kerepotan yang seolah tak akan selesai. Harus kuakui, kalimat "Gitu aja kok repot" yang membuat cintaku kepada Gus Dur mulai berdetak, menjelma diam-diam.
Karena orang yang telah menganggap 'hidup bukanlah kerepotan', adalah dia yang telah lulus dalam pertengkaran yang mengerikan dengan dirinya sendiri. Dan orang semacam itu sangat pantas kuhaturkan cinta.
Begitu banyak pemikiran Gus Dur yang kutemui dalam perjalananku menuju 'Rindu' dan 'Cinta', yang tak bisa dituliskan dalam catatan sederhana ini. Bukan karena tak ada waktu dan tak becus mengungkapkannya, tapi aku sudah sangat rindu menggendong anakku yang masih kecil. Sabda. Dia menangis terus.
Yang amat kusyukuri dalam hubunganku dengan Gus Dur, adalah pertemuanku dengan Ayah pada sebuah mimpi, seraya memberi pesan yang begitu berharga bagi seorang pembelajar sepertiku. Akan kukirim do'aku pada kedua Kyai itu melalui hening dan diam. Dan dalam diam itu, biarlah kukenang kembali apa yang pernah disabdakan Muhammad Sang Nabi Agung berabad-abad lalu, "Manusia itu cenderung membenci sesuatu yang tak dia ketahui."
(Sambungannya: AKU GUS DUR DAN MIMPI YANG DIRENCANAKAN bagian III)
(Haul Gus Dur yang Ke-6)
"Nak, dalam memahami sesuatu, gunakanlah pengetahuanmu. Perasaan benci dan cinta, singkirkanlah terlebih dahulu.!"
Kata-kata ini diucapkan Ayah (KH.Q. Ahmad Syahid) dalam mimpiku. Kami bertemu di sebuah tempat yang entah dimana. Dan ketika bangun tidur, tubuhku menggigil, keringatku menderas, terpana aku oleh pesan Ayah ini.
Mimpi itu terjadi ketika aku kuliah di UIN Bandung, dan baru semester 2. Siapa yang tak bahagia, ditemui oleh Guru yang amat dihormatinya dalam ruang yang tak terduga: alam mimpi. Pesan Ayah itu menggedor kesadaranku, menulusup pada kedirianku yang paling dalam. Bahkan ajaibnya, benciku pada Gus Dur seketika remuk. Ya, benci yang mengkristal selama bertahun-tahun itu rubuh. Pecah dan meledak. Meski aku belum mengetahui, apakah aku akan jatuh cinta padanya.
Kebencianku pada Cucu Mbah Hasyim Asy'ari itu, membenam di dada saat aku masih kecil, saat segala informasi dengan mudah kutelan dan kuterima. Tapi hari ini, aku sudah besar, sudah memiliki gelar Mahasiswa, dan sudah semestinya aku memahami sesuatu dengan pengetahuan dan ilmu. Dan Ayah lah yang menyadarkanku akan hal itu.
Penelusuranku tentang pemikiran Gus Dur dimulai. Pemikiran Gus Dur yang pertama kujelajahi adalah, kenapa ia selalu ada digaris depan untuk membela orang-orang yang dinyatakan 'bersalah' oleh kebanyakan orang? Terutama mereka yang dinilai melanggar keadaban orang Muslim. Goyang Inul, misalnya, ketika banyak orang Islam yang menghujat penyanyi asal pasuruan itu, Gus Dur lah yang paling terang-terangan menyodorkan tangannya untuk memberi perlindungan padanya.
Apakah itu disebabkan Gus Dur mendukung tingkah laku Inul? Tidak.! Tidak seperti itu yang kulihat. Bagiku, Gus Dur adalah 'jalan terakhir' dalam konsep Dakwah yang termaktub di Surat Al-Ashr.
Pemikiran Gus Dur selanjutnya yang terendus olehku adalah, tentang pembaptisannya di sebuah Gereja. Ini yang dulu paling membuatku muak. Kenapa seorang Kyai mau-maunya masuk ke tempat ibadah orang lain, bahkan didoa'kan oleh banyak orang dengan nama Bapak, Yesus, dan Bunda Maria. "Itu murtad.!" Teriakku saat itu ketika melihat rekaman Videonya.
Tapi rupanya, ada hal penting yang kulupakan, bahwa peristiwa itu terjadi saat Gus Dur sedang menjadi Kepala Negara. Ini artinya, dia bukan hanya milik orang Islam, tapi semua masyarakat Indonesia. Tak peduli dengan adat atau Agama yang berbeda, dirinya harus tetap berlaku adil, semuanya harus dipandang dalam martabat yang sama. Masalah tentang Do'a umat Kristiani untuk Gus Dur itu, yang digelincirkan oleh majalah Sabili sebagai praktik 'Pembaptisan', akhirnya hanya ditertawakan oleh Gus Dur.
Bagaimana tidak? Bagi Gus Dur, agama itu letaknya di hati, dan Tuhanlah yang menghakimi. "Kalau saya shalat, puasa, zakat, naik haji, tapi jika hanya pura-pura? Kan batal semua. Nah para pendeta itu tidak hafal dengan Isi hati saya." Ungkap Gus Dur kepada sahabatnya Cak Nun.
Kalimat Gus Dur ini menjadi sesuatu yang saya telusuri selanjutnya. Gara-gara ungkapan ini, Gus Dur dihakimi habis-habisan oleh banyak orang Islam. Dia dituduh telah menghina al-Qur'an, mencaci Agama, dan melecehkan Pembuatnya, yakni Allah.
Karena Porno berkonotasi negatif, tentu itu tak pantas jika disandingkan dengan al-Qur'an yang suci. Kemudian saya bertemu dengan bukunya Muhammad Guntur Romli yang berjudul, 'Ustadz, Saya Sudah Di Surga'. Di buku ini lah, saya mendapatkan ungkapan Gus Dur tentang porno itu secara lengkap dan utuh. Guntur Romli kebetulan waktu itu menemani Gus Dur dalam sebuah acara kongkow, di tengah acara Gus Dur bilang, "Seandainya ada orang yang pikirannya ngeres, tentu dia akan bilang bahwa AL-QUR'AN KITAB PALING PORNO. Karena di dalamnya ada pembicaraan tentang menyusui."
Lihatlah, kata-kata Gus Dur ditebas sedemikian rupa. Hingga akhirnya, kalimat yang sebenarnya merupakan 'Pengandaian', dipropagandakan sebagai 'Statmen Penghinaan'. Ah, aku sangat mengerti, kehancuran yang diakibatkan oleh 'mengutip' setengah-setengah semacam ini. "Gitu aja kok repot."
Bagiku, kalimat yang menjadi khas Gus Dur ini, adalah puncak dari semua pemikirannya. mungkin bagi Kyai yang senang bersilaturahmi kepada para Ulama ini, segala yang terjadi di dunia ini adalah sederhana, tak ada satu pun peristiwa yang boleh membuat dirinya repot, tak ada satu pun kejadian yang boleh mengusik hatinya untuk dzalim, menindas, mengasingkan, menghina, menghujat, dan berlaku tidak adil kepada sesama manusia. Itulah yang membuat Gus Dur tetap 'kalem' meski dicaci sedemikian rupa.
Berbeda dengan kita, yang terkadang terlalu 'Baper' pada banyak peristiwa yang mendatangi, sehingga kehidupan ini dipandang sebagai kerepotan-kerepotan yang seolah tak akan selesai. Harus kuakui, kalimat "Gitu aja kok repot" yang membuat cintaku kepada Gus Dur mulai berdetak, menjelma diam-diam.
Karena orang yang telah menganggap 'hidup bukanlah kerepotan', adalah dia yang telah lulus dalam pertengkaran yang mengerikan dengan dirinya sendiri. Dan orang semacam itu sangat pantas kuhaturkan cinta.
Begitu banyak pemikiran Gus Dur yang kutemui dalam perjalananku menuju 'Rindu' dan 'Cinta', yang tak bisa dituliskan dalam catatan sederhana ini. Bukan karena tak ada waktu dan tak becus mengungkapkannya, tapi aku sudah sangat rindu menggendong anakku yang masih kecil. Sabda. Dia menangis terus.
Yang amat kusyukuri dalam hubunganku dengan Gus Dur, adalah pertemuanku dengan Ayah pada sebuah mimpi, seraya memberi pesan yang begitu berharga bagi seorang pembelajar sepertiku. Akan kukirim do'aku pada kedua Kyai itu melalui hening dan diam. Dan dalam diam itu, biarlah kukenang kembali apa yang pernah disabdakan Muhammad Sang Nabi Agung berabad-abad lalu, "Manusia itu cenderung membenci sesuatu yang tak dia ketahui."
(Sambungannya: AKU GUS DUR DAN MIMPI YANG DIRENCANAKAN bagian III)
(Haul Gus Dur yang Ke-6)
0 komentar
Post a Comment