Tuesday, July 12

Kisah Perjalanan Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ke Thaif

بسم الله الرحمن الرحيم

Selama sembilan tahun, sejak masa kerasulan, Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam telah berusaha menyampaikan ajaran Islam dan mengusahakan hidayah serta perbaikan kaumnya di Makkah.

Namun, kebanyakan orang Makkah menyakiti, memperolok-olok, dan berbuat semena-mena terhadap Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat, kecuali sekelompok kecil orang yang sudah masuk Islam dan beberapa orang yang selalu membantu beliau walaupun belum masuk Islam.


Paman Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alahi wasallam, Abu Thalib, termasuk orang yang baik hatinya, meskipun belum masuk Islam. Dia selalu membantu Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dalam segala bentuk.

Pada tahun kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum kafir mendapat kesempatan untuk mencegah perkembangan Islam dan menyakiti kaum Muslimin secara lebih leluasa.

Baginda Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi ke Thaif yang didiami Kabilah Tsaqif yang berjumlah besar, dengan harapan apabila Kabilah tersebut masuk Islam, kaum Muslimin akan terbebas dari berbagai penderitaan dan Thaif akan menjadi pondasi penyebaran agama. Setibanya di Thaif, Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam langsung menemui tiga orang yang ditokohkan.

Beliau berbicara dengan mereka, mengajak mereka kepada agama Allah Subhaanahu Wata'ala, dan agar mereka mau membantu Baginda Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam. Akan tetapi, mereka bukannya menerima atau paling tidak berlaku sopan kepada tamu yang baru datang sebagaimana adat bangsa arab yang terkenal dengan memuliakan tamu, bahkan mereka tanpa basa-basi menyambut beliau dengan sikap dan ahlak yang sangat buruk.

Bahkan mereka pun tidak rela Baginda Rasulallah Shallallahu 'alaihi wasallam tinggal disitu. Padahal, orang yang dianggap sebagai tokoh seharusnya berbicara dengan sopan dan berakhlak mulia.

Salah seorang di antara mereka berkata, "Oh, kamukah orang yang diutus oleh Allah sebagai Nabi?" Yang kedua berkata, "Apakah Allah tidak menemukan selain kamu untuk diutus sebagai Rasul?" Yang ketiga berkata, "Aku tidak mau bicara dengan kamu. Sebab, jika kamu memang seorang Nabi seperti pengakuanmu, laku aku menolakmu, tentu aku tidak lepas dari musibah. Jika kamu pembohong, maka aku tidak mau bicara dengan pembohong."

Akan tetapi, Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mempunyai hati begitu teguh laksana sebuah batu karang. Beliau tidak berputus asa dan terus berusaha untuk mendekati masyarakat umum, tetapi tidak seorang pun yang mau mendengarkan beliau. Jangankan menerima, bahkan mereka menghardik, "Tinggalkan segera kota kami! Pergilah kemana kamu suka!"

Ketika Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sudah tidak dapat mengharapkan Mereka dan bersiap-siap untuk kembali, maka Mereka menyuruh anak-anak Thaif membuntuti Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka lalu mengganggu, mencaci, dan melempar Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dengan batu sehingga kedua sandal beliau berlumuran darah.

Dalam keadaan seperti itulah Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam meninggalkan Thaif. Di tengah perjalanan, tatkala sudah merasa aman dari gangguan anak-anak nakal itu beiau berdo'a kepada Allah Subhaanahu wata'ala:
Ya Allah, aku adukan kepada-Mu lemahnya kekuatanku, habisnya upayaku, dan kehinaanku dalam pandangan manusia. Wahai yang maha penyayang melebihi sekalian penyayang, engkau Tuhan orang-orang yang tertindas. Dan Engkaulah Tuhanku. kepada siapakah Engkau serahkan diriku? Kepada musuh yang Engkau kuasakan kepadanya segala urusanku? Tida keberatan bagiku, asalkan Engkau tidak murka kepadaku. Perlindungan-Mu sudah cukup cukup bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan nur Dzat-Mu yang menyinari segala kegelapan, dan dengannya menjadi baik segala urusan dunia dan akhirat, aku berlindung dari turunnya kemarahan-Mu kepadaku atau kemurkaan-Mu kepadaku. Aku sanggup berbuat apa saja, hingga Engkau ridha. Tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu".


Allah Subhaanahu Wata'ala penguasa seluruh alam pun memperlihatkan Keperkasaan-Nya dan mengutus Malaikat Jibril Alaihis Salam Dalam untuk datang memberi dalam kepada Beliau dan berkata, "Allah Subhaanahu Wata'ala mendengar ucapanmu dan jawaban kaummu, dan dia mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung agar siap melaksanakan apapun perintahmu kepadanya."

Malaikat penjaga gunung itu pun datang dan memberi salam kepada Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Apapun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau sukai, akan kubentur-kan gunung-gunung yang ada di sekitar kota ini sehingga Siapa saja yang tinggal di antaranya akan hancur binasa. Atau apapun hukuman yang engkau inginkan."

Baginda Rasulallah Shallallahu 'alaihi sallam yang bersipat penyayang dan mulia ini menjawab, "Aku hanya berharap kepada Allah Subhaanahu Wata'ala, seandainya Hari ini Mereka tidak menerima Islam, semoga kelak di antara keturunan mereka akan lahir orang-orang yang menyembah dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata'ala."

Faidah
  Demikianlah akhlak Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia. Kita mengaku sebagai pengikutnya, namun ketika sedikit kesulitan atau celaan menimpa kita, kita langsung marah, bahkan menuntut balas seumur hidup.

Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil kita terus mengaku sebagai umat Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Meskipun mengalami penderitaan dan kesusahan yang berat, Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tidak berdoa buruk dan tidak menuntut balas. Wallahu A'lam.

اللحم صل علي سيد نا محمد النبيي الامي وعلي اله وصحبه وسلم

Ya Allah, semoga Engkau menambah rahmat kepada junjunan kami sekalian Nabi Muhammad yang ummi dan kepada keluarganya dan sahabatnya, semoga Allah melimpahkan keselamatan kepada mereka semua. Aamiin
Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Sumber: Kitab Fadhillah Amal, karya Syaikhul Hadist Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a


0 komentar

Post a Comment