Saturday, February 4

Terlalu Jauh Tertinggal

Pertama-tama kiai harus membuat dua pertanyaan mendasar untuk hati kita sendiri: Siapakah Kanjeng Nabi Muhammad? Seberapa percaya dirikah kita bisa mengikuti sunnah beliau? Sebab banyak sekali di antara kita, umat muslim yang awam, justru merasa sudah bisa mengikuti Rasulallah di atas 75% alias hampir sejajar dengan Rasulallah.

Tentu kebanyakan dari kita mengucapkannya secara lisan, supaya tidak dianggap sombong, alias demi pencitraan saja.

Tapi, wujud prilaku lebih jujur "mengatakan" daripada sekedar kata-kata, misalnya kita gemar menuding-nuding hidup orang lain kurang islami. Prilaku kita yang awam tapi jumawa ini sebenarnya adalah indikasi bahwa hati kita terjangkiti perasaan bangga bisa hampir menyerupai nabi. Hanya karen sering bisa sholat tahajud dan dhuha sementara teman-teman kantor lainnya mengaku tidak bisa. Prilaku kita yang awam tapi jumawa ini sebenarnya adalah indikasi bahwa hati kita terjangkiti perasaan bangga bisa hampir menyerupai nabi.

Hanya karena sering bisa one day one juz membaca Al-Qur'an sementara para tetangga hanya mampu ikut pengajian umum. Fenomena mendadak merasa hampir menyerupai nabi itu bisa ada ya karena keawaman diri kita Karena keterbatasan pengetahuan agama kita, ketika diri kita yang sangat kotor ini bisa melakukan empat amalan harian Baginda Nabi Besar Muhammad saja, rasa-rasanya kita adalah golongan muslim top: sejajar dengan para sahabat nabi.

Sekali,lagi, buktinya bukan di ucapan, tapi di prilaku keseharian. Mana ada orang yang begitu bodoh mengaku-ngaku di depan umum bahwa dirinya adalah golongan muslim top? Mana ada orang yang begitu bodoh mengatakan ke khalayak luas bahwa dirinya sudah 75% menyerupai Rasulallah? Tapi, dengan menimbang alasan pencitraan, klaim sudah mirip nabi atau sudah sangat syar'i tersebut dimanifestasikan ke dalam bentuk prilaku sombong pada muslim awam lainnya.

Anda pernah bertemu orang macam itu?
Ataukah Anda orang macam itu sendiri?


***

Terlalu jauh tertinggal diri kita dengan Rasulallah. Tak cuma terkait dimensi waktu. Memang jarak masa kita dengan masa Rasulallah itu lebih dari seribu tahun. Tapi juga terkait dimensi keislaman. Kadar keislaman kita dengan kadar keislaman beliau pun berjarak sangaaaat jauh. Ibarat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alihi Wa salam adalah Islam 100%, mungkin kita-kita yang awam ini cuma 0,00001% saja Islamnya.

Kita memang terlalu jauh tertinggal dengan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Salam karena kita dengan para pecinta beliau saja sudah kalah telak.

Alkisah Habib Ali Al-Habsyi dari Yaman. Al-Habib adalah salah satu pecinta beliau. Al-Habib adalah cinta yang berwujud manusia. Setiap hari beliau menyembelih 200 ekor kambing dan menanak 100 kantong beras untuk menjamu oara tamunya karena bagi Habib Ali Al-Habsyi semua tamu harus dihormati dan tak boleh pulang dalam keadaan lapar.

Diulangi... Setiap hari, 200 ekor kambing, 100 kantong beras. Untuk sedekah. Untuk tamu.

Dan, pada saat paceklik menimpa negerinya, al-Habib yang menanggung makan semua penduduk tempat al-Habib tinggal, sewaktu Habib Ali Al-Habsyi masih hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak ada penduduk yang berani saling bermusuhan satu sama lain. Semuanya sungkan untuk mengumbar kebencian karena malu pada sifat welas asih al-habib pada umat.

Coba bayangkan, dengan salah satu pecinta beliau, dengan salah satu pengikut setia beliau saja, kita secuil pun tidak mampu menyamai. Anda rutin menyembelih 1 ekor kambing dan menanak 1 kantong beras setiap hari untuk menghormati tamu? Anda pernah menyembelih 1 ekor kambing dan menanak 1 kantong beras di tahun ini untuk menghormati tamu?

Saya tidak pernah satu kali pun, dan saya mengaku terlalu jauh tertinggal dengan Habib Ali Al-Habsyi dari Yaman tersebut, apalagi jika membayangkan bagaimana dahsyatnya Baginda Nabi Besar Muhammad. Banyak orang bisa kuat sholat dhuha dan sholat tahajud ya karena memang Allah enggan mempersulit. Cukup wudhu. Bukan harus mandi dulu dan sholatnya harus di tengah lapangan rumput.

Coba bayangkan kalau Allah mensyariatkan seperti itu. Apalagi kalau sholat itu tidak gratis, misal Allah mensyariatkan setiap muslim yang hendak sholat harus infaq senilai satu kilogram beras dulu di masjid, wah...

Jadi, banyak dari kita diam-diam merasa sudah mirip nabi memanglah karena keterbatasan pengetahuan agama dan biografi ulama, maka dari itu yakinlah di atas langit masih ada langit, dan yakinlah di bawah langit ada samudera biru yang sangat luas.

Marilah kita menjadi umat muslim yang awam tapi rendah hati dan mau terus belajar sedikit demi sedikit.

by: Gus Doni Febriando


0 komentar

Post a Comment