Saturday, July 23

Gus Mus Suami Idaman

Penulis: Doni Febriando

Pada saat tulisan ini dibuat, Ra'is 'Aam NU periode ini adalah Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri. Kalau anda tidak kenal mungkin panggilan "Gus Mus" lebih populer bagi anda.

Sebutan "gus" pada dasar-nya adalah sebutan anak kiyai yang masih bodoh. Anak kiyai akan dipanggil gus, jika ia belum mampu mengajar kitab kuning. Anak kiyai baru akan dipanggil kiyai juga, jika ia sudah mampu mengajar di pondok pesantren.

Beliau adalah kiyainya para kiyai, tapi di-gus-kan banyak orang. Beliau tidak marah sama sekali, karena beliau justru sangat ingin dianggap masih bodoh. Dalam ilmu tasawuf, pujian manusia itu seperti parfum. Memang semerbak harum, tapi haram hukum-nya diminum. Sebagai seorang alim ulama yang menempuh jalan sufistik, itulah sebab-nya beliau justru menikmati panggilan "Gus Mus".

Memang salah satu ciri beliau, selain memiliki wajah bercahaya, adalah rendah hati. Meski adalah pemimpin sebuah organisasi kema-syarakatan terbesar didunia (NU), dengan jumlah anggota yang ditaksir lebih dari 60 juta orang, beliau selalu mengaku, hanya seorang sastrawan.


Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri memang ahli men-yamar jempolan. Saat berkumpul dengan masyarakat awam sengaja menyebut nama Gus Dur, agar beliau juga dipanggil “gus”. Kemana-mana membawa secarik puisi, agar beliau dikira seorang sastrawan. Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri memang benar-benar pengikut sejati Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga senang menutupi kelebihan-kelebihan-nya. Dalam penu-lisan piagam Madinah, Kanjeng Nabi Shallallahu 'Alaihi wasallam ingin ditulis sebagai "Muhammad bin Abdullah" saja. Bahkan, bertemu dan menjadi imam, shalat para Nabi pendahulu, baginda Rasul hanya mengaku sebagai "hanya anak yatim".

***

Di dalam urusan cinta, Gus Mus juga mengikuti akhlak kanjeng Nabi Muhammad SAW. Sampai detik ini beliau hanya beristri Ibu Siti Fatma seorang. Mungkin anda sekalian bingung dengan penyataan saya, tapi hal itu sangat saya maklumi. Banyak orang kini menganggap poligami adalah sunnah Nabi, padahal tidak demikian.

Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam punya istri satu, iya. Kanjeng Nabi SAW punya istri banyak, juga iya. Bingung? Penting dicatat, kanjeng Nabi SAW monogomi selama 25 tahun, hanya beristri Bunda Khaddijah seorang. Sedangkan Kanjeng Nabi SAW berpoligami hanya sekitar 10 tahun saja, ketika istri pertama Baginda Rasul SAW sudah meninggal.

Dalam poligami itupun istri "Muda" kanjeng Nabi kita adalah janda-janda. Ada yang sudah tua ada yang gendut, ada yang hitam, ada yang sudah punya anak banyak. Cuma satu orang yang masih muda dan perawan. Banyak orang Indonesia salah tangkap karena tidak tahu sejarah, dan diperparah tidak paham konteks.

Gula dan rasa manis itu berbeda. Gula memang manis, tapi rasa manis bukanlah gula. Bunga dan bau harum itu berbeda. Tidak mesti setiap bau harum adalah bunga. Sabun mandi juga wangi. Inilah yg disebut "memahami konteks".

Arab dan Islam sangatlah berbeda. Asal poligami dan bertujuan menolong juga sangatlah berbeda. Sunnah Nabi bukanlah poligami, tapi memuliakan perempuan . Jadi, Gus Mus bisa dinilai masih mengikuti sunnah nabi. Karena beliau memuliakan Ibu Siti Fatma. Seperti halnya kesetiaan cinta kanjeng Nabi Shallallahu 'Alaihi wasallam pada Bunda Khaddijah.

Kalau diri kita hanya sanggup memuliakan satu perempuan saja, jangan ingin tambah istri. Kalau diri kita ingin menikah lagi karena sudah tidak terlalu cinta pada istri pertama dan sangat tertarik pada wanita lain, jangan cari-cari dalil agama untuk membungkus hawa nafsu.

Kita jangan sampai jadi orang yang suka mencari dalil agama untuk membenar-kan hawa nafsu, bukannya mempelajari dalil agama untuk mencari kebenaran.

***

Mungkin di kehidupan sehari-hari anda, pernah dijumpai seorang suami memukul istrinya atas nama agama - Islam. Katanya, itu hadits shahih, dan sebagainya. Kita jangan langsung mempercayainya. kanjeng Nabi SAW pernah memberi resep tentang cara "menguji" agama Islam kepada orang awam; mintalah fatwa pada hati nurani-mu sendiri.

Jika ada orang melakukan hal yang buruk dan mengatakan perbuatan itu adalah perintah agama, cobalah Anda sekalian minta fatwa pada hati nurani. Jika hati nurani anda berontak, berarti anda sedang ditipu. Mungkin hadits yang dibawa shahih semua, bahkan pakai ayat, Qur'an, tapi pasti dalil-dalil itu sudah dimanipulasi. Entah ada yang di potong, entah ada yang di sembunyikan.

Kalau saya pribadi, karena saya orang awam, selain minta fatwa pada hati nurani, saya punya resep lain. Kalau ada orang  pakai surban  sebesar ban truk dan jenggotnya sampai pada dada, tapi me-ngajari suatu ilmu agama ber-tentangan dengan hati nurani, saya pasti "lari" ke Gus Mus. Pasalnya beliau tidak belajar agama dari internet atau TV.

Sanad keilmuan Mbah Yai Mustofa Bisri jelas dan dapat dipertanggung-jawabkan. Setahu saya, rantai ilmu agama beliau hingga Kanjeng Nabi Shallallahu 'Alaihi wasallam melalui sambungan 30 alim ulama, jadi Gus Mus lebih pantas dijadi-kan rujukan.

Berbeda dengan tabiat "orang pintar baru" masa kini. Ada yang mengatakan cukup merujuk Al-Qur'an dan Al Hadits langsung, dan berkata tidak usah pakai ulama-ulamaan. Biasanya orang tersebut akan tersesat. Orang yang belajar agama tanpa guru sejati, pasti orang itu akan dibimbing oleh setan.

Maka dari itu, Anda jangan terlalu kaget bila ada orang yang hapal banyak dalil agama tapi suka memukul istri, meng-kafirkan saudara seiman, atau menghina umat beragama lain.

***
Gus Mus tidak pernah memukul Ibu Siti Fatma, jangankan itu, marah saja beliau tidak bisa. Sampai-sampai Mbah yai Muhammad Ainun Nadjib pernah  berujar, "kalau ada orang marah, pasti orang itu bukan Gus Mus!" Dalam kehidu-pan rumah tangga tentu ter-kadang ada dinamikanya.

Tidak ada bahtera rumah tangga yang tidak pernah terkena ombak samudera. Lantas, bagaimana cara Gus Mus "memarahi" Ibu Siti Fatma? Salah satu santri kinasihnya beliau, pak Timur Sinar Suprabana, pernah meriwayatka cara marahnya Gus Mus pada Istrinya.

Kalau Gus Mus sedang "marah", biasa-nya Gus Mus menjadi pendiam. Lalu, untuk menasihati Ibu Siti Fatma, beliau masuk, kekamar dan menulis. Gus Mus menulis tindakan-tindakan Ibu Siti Fatma yang tidak di setujui, kemudian kertas tersebut disobek, diremas, lalu dibuang kelantai. Setelah itu, Gus Mus normal-lagi, wajah-nya menjadi suming-rah kembali.

Biasanya Ibu siti Fatma baru tahu Gus Mus "marah" ketika semua sudah selesai pasalnya, Ibu Siti Fatma baru tahu "kemarahan" Gus Mus ketika sedang menyapu, dan menemukan secarik kertas yang tergeletak di lantai kamar. Ibu Siti Fatma hanya tersenyum mem-baca secarik kertas berisi nasihat Gus Mus. Setelah dibaca, kertas itu lalu disapu.

Begitulah cara Gus Mus membina rumah tangga dengan Ibu Siti Fatma... Lembut sekali, selalu harmonis, karena tidak pernah bertengkar hebat. Kalau-pun harus marah, Gus Mus selalu melandasi-nya dengan kasih sayang. Bukan-nya "merayakan" kesalahan-kesalahan sang istri dengan memarahinya siang-malam. Marah karena cinta.

Maka dari itu, anak-anak Gus Mus sering menilai kedua orang tuanya seperti pengantin baru tiap hari selalu bulan madu. Tidak ada setitik-pun nilai belangga cinta keduanya. Hal itu karena Gus Mus mencontoh Kanjeng Nabi SAW dengan ilmu. Cahaya selalu berguru pada cahaya.

4 komentar:

  1. sip. alhamdulillah cocok banget. kalo pengen liat karya yang lian dari Gus Mus Dimana yah?

    ReplyDelete
  2. Kalau diri kita hanya sanggup memuliakan satu perempuan saja, jangan ingin tambah istri. Kalau diri kita ingin menikah lagi karena sudah tidak terlalu cinta pada istri pertama dan sangat tertarik pada wanita lain, jangan cari-cari dalil agama untuk membungkus hawa nafsu. Dua jempol buat penulisnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete