Monday, August 15

Penduduk Indonesia paling opitimis kedua Di Dunia Setelah China


Penduduk negara manakah yang paling optimis?

Ada ungkapan yang terkenal: "seorang pesimis melihat kesulitan disetiap peluang yang ada; sedangkan seorang yang optimis bisa menangkap peluang disetiap kesulitan."

Ini artinya seorang yang pesimis selalu memulai hari-harinya dengan memikir-kan masalah yang dia hadapi, sedangkan mereka yang optimis selalu melihat sisi positif dari berbagai persoalan dan fokus pada solusi.

Orang pesimis memandang hidup ini dengan amarah; sementara orang optimis memandang hidup ini sebagai sebuah amanah.

Kalau anda berkawan dengan orang pesimis, dia akan selalu berusaha membagi duka dan masalah-nya kepada anda.

Namun berkawan dengan orang optimis, dia akan berbagi ceria dan gairahnya.

Kawan anda yang pesimis gayanya selalu nyinyir. Yang optimis kebalikannya: mukanya selalu nyengir. Anda akan keliru menganggap keyamanan dan kekayaan akan membuat kita lebih optimis.

Tengoklah data ini: hanya 3 persen penduduk Australia dan Perancis yang memandang hidup dengan optimis. Artinya 97 persen penduduk kedua negara ini memulai hari-hari mereka dengan kepala yang sakit dan hidup yang penuh ketegangan.

Orang pesimis itu saudaranya stress dan depresi, bukan?

Bagaimana dengan kita? Ternyata 23 persen penduduk Indonesia mengaku optimis memandang hidup. Ini membuat Indonesia berada pada posisi kedua di dunia. Nomor tiga di bawah kita adalah penduduk Saudi Arabia (16 %) dan nomor satu adalah China dengan angka 41% yang optimis.

Data yang saya terima dari kiriman Bapak Bambang Nurcahyo Prastowo (UGM) ini sangat menarik. Lantas kawan yang lain Bapak Rhiza Sadjad (Unhas) mengomentari: "paling optimis itu kalau Indonesia dikuasai kolaborasi China dan Saudi Arabia". Sayang, di tanah air justru banyak yang memuja Arab sambil mencela China.

Tapi sesungguhnya data ini mengkhawatirkan.

Lebih dari 50 persen penduduk dunia menganggap dunia mereka semakin susah dan mereka pesimis memandang masa depan mereka. Di tanah air saja data ini menunjukkan ada lebih dari 70% yang pesimis dan di Saudi Arabia yang kaya raya dan hidup di tanah kelahiran Islam ada lebih 80 % yang pesimis dengan apa yang mereka miliki saat ini.

Ini artinya bukan saja kekayaan dan kenyamanan tidak mendatangkan rasa optimis, seperti yang terjadi di negara-negara Barat, tapi juga ketaatan pada agama seperti di Indonesia dan di Saudi Arabia, serta ketidakpercayaan pada Tuhan seperti di negeri komunis China ternyata tidak bisa membuat mayoritas penduduk menjadi optimis.

Inikah krisis kemanusiaan abad modern?

Belum tentu juga. Kata kawan saya yang lain: "selama masih ada secangkir kopi, masalah apa sih yang tidak bisa kita bincangkan sambil tersenyum?" Nah! Memelihara rasa optimis itu mudah ternyata.

Selamat menjalani hari Senin dengan kopi optimisme, kawan.

Penulis: Prof Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School

0 komentar

Post a Comment