Monday, October 24

Dibunuhnya Sang Pintu Ilmu Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah


Sang Pintu Ilmu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah, suatu ketika didemo swcara pribadi oleh seorang rakyatnya. "Dulu, di zaman Abu Bakar, Umar dan Ustman (radliyallahu anhum) kondisi negara stabil. Kini, diera engkau jadi pemimpin, kondisinya tidak stabil." Ada protes terselubung dalam statemen rakyat ini.
Sayyidina Ali tersenyum.
"Pada masa beliau bertiga itu," kata Sayyidina Ali, "yang dipimpin adalah orang-orang macam aku, sedangkan sekarang ini yang ku pimpin adalah orang-orang macam kamu!"

Beda zaman, beda tindakan. Beda era, beda pula reaksi atas sebuah kejadian. Di era kepemimpinan menantu Rasulallah Shallallahu Alauhi Wa sallam tersebut, daerah kekuasaan Islam bertambah luas. Para sahabat Rasulallah juga banyak yang berimigrasi ke kawasan lain. Selain dikelilingi sahabatnya yang loyal, Sayyidina Ali juga dikerubuti orang-orang aneh; sekelompok orang dengan jalan pikiran ekstrem. Mereka bergabung dengan kubu Sayyidina Ali, lalu keluar dari barisan manakala menantu Rasulallah itu memutuskan genjatan senjata dengan kubu Muawiyah bin Abi Sufyan Radliyallahu Anhu.

Cinta kepada Sang Pintu Ilmu berubah menjadi benci. Mereka menyolidkan diri menjadi sebuah gerakan oposisi ekstrem. Pernah, suatu waktu, Abdullah ibnu Abbas diperintah oleh Sayyidina Ali mengintai keseharian kelompok yang memiliki semboyan La Hukma Illa Lillah itu. Putra Abbas bin Abdul Muthalib radliyallahu 'anhu takjub dengan keseharian mereka: puasa di siang hari, ibadah dimalam hari. Toh, meski demikian, sikap mereka keras.

Sayyidina Ali, suami Fathimah az-Zahra, yang mendapatkan laporan Ibnu Abbas Radliyallahu 'anhuma, sontak menyahut mendengar semboyan La Hukma Illa Lillah. Kalimat benar yang dipakai untuk tujuan batil!, sahut Sayyidina Ali.

Pada 17 Ramadhan, tanggal mulia yang dikenal sebagai peristiwa Nuzulul Qur'an, tanggal yang juga dikenang sebagai tonggak kemenangan kaum muslimin dalam perang Badar, adalah tanggal dimana Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah ditikam pada subuh mwnjelang shalat. (Riwayat lain menulis 19 Ramadhan, tepat hari ini). Penikamnya orang kafir? Bukan. Dia adalah Abdurrahman ibn Muljam. Sosok yang menghabiskan waktu di siang hari dengan berpuasa, malam hari dengan qiyamul lain, dan konon hafal al-Qur'an. Kawan Ibnu Muljam lainnya bertugas membunuh Sayyidina Muawiyah bin Abi Sufyan dan Sayyidina Amr bin Ash Radliyallahu 'Anhuma.

Jika kedua shabat ini lolos, maka tidak dengan Sang Pintu Ilmu. Beliau justru gugur ditangan pembunuh yang meneriak-kan "Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!" sembari menikam tubuh menantu Baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam.

Ketika ditangkap, Ibnu Muljam berteriak meronta sembari mengutip firma, Allah:
"Dan di antara manusia ada orang yang mengirbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah maha penyantun kepada hamba-hamba-Nya." (Al-Baqarah: 207)

Pada waktu mulia, subuh; pada hari yang paling mulia, Jum'at; pada bulan yang mulia, Ramadan; seorang ekstremis fanatik mengutip firman mulia pada saat melakukan tindakan terkutuk terhadap manusia mulia, Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah.

Penulis: Gus Rijal Mumaziq Z


0 komentar

Post a Comment