Tuesday, February 21

Demokrasi


Oleh: Ustadz Fauz Noor (pengasuh pp Fauzan Tasikmalaya, cendikiawan muda NU, tinggal di Tasikmalaya)

Bangsa kita adalah bangsa yang gagap.

Budaya kita adalah budaya usum-usum-an. Statment ini mungkin terasa menghina. Tapi untuk beberapa kasus kita harus legowo, sadar dan ngaku.

Sebagai contoh. Di tokyo, di Kuala Lumpur di Singapur, mayoritas "penghuni" jalan raya adalah roda-empat atau mobil. Oleh karena itu, pemerintah mereka menganggap bahwa roda-dua atau sepeda motor itu berbahaya. Itu sebabnya, semua roda-dua harus menyalakan lampu, sekalipun disiang hari, supaya dari jarak yang jauh sepeda motor sudah kelihatanhatan.

Nah, kalau di Indonesia, pengguna sepeda-motor itu mayoritas, bahkan di beberapa daerah sudah mirip seperti semut di jalan-jalan. Lalu, kenapa sepeda-motor yang harus menyalakan lampu? Mestinya kendaraan yang dinyalakan lampunya adalah yang minoritas.

Contoh lain, dan mungkin ini agak menohok. Di Amerika, mayoritas makanan yang terpajang di toko-toko atau mall atau pasar adalah makanan yang shah dimakan non-Muslim, karena di sana Muslim adalah minoritas. Maka, pemerintah Amerika mengeluarkan sertifikasi halal, agar kelompok Muslim bisa membeli makanan yang sesuai keyakinan mereka.

Artinya, sertifikasi itu diberikan untuk "menghormati" keyakinan kelompok minoritas. Lalu, karena budaya kita adalah budaya gagap, dikeluarkan pula di kita sertipikasi halal. Lha, bukankah Muslim si kita mayoritas? Kenapa bukan sertifikasi haram yang dikeluarkan? Mungkin, jawaban pertanyaan ini akan seru jika dianalisa dengan ilmu manajemen-organisasi.

Dua contoh diatas mungkin contoh yang kurang begitu berbahaya. Satu contoh yang jika kita gagap dan keliru dalam menyikapi dan menjalaninya, maka jutaan manusia yang akan jadi korban. Apa itu? Jawabnya, DEMOKRASI!

Hemat saya, selepas reformasi 18 tahun yang lalu, demokrasi ramai-ramai kita teriakan dan perjuangkan. Bahkan seperti kepada Tuhan, kita sujud kepada demokrasi. Kita pun berbangga ria, bahwa Indonesia adalah negara mayoritas Muslim yang bisa ber-demokrasi secara “benar”. Para Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), sambil berapologi, kerap berujar, “Amerika pun kalah.”


0 komentar

Post a Comment