Monday, February 20

Ahlak Berjilbab

Kelak, banyak sekali para pencari Surga justeru terlempar ke neraka, hanya karena dalam perjalanan mereka mencari surga dipenuhi dengan bekas luka hati orang lain.

Dalam kerajinan ibadah mereka, teriring pula kerajinan mereka melecehkan orang lain, yang dianggap "kurang Islami". Kelak, jika mbak dan tante sekalian ounya anak gadis, jangan hanya diajari cara memakai jilba. Ajarilah juga ahlak pada jilbab itu sendiri. Jujur poin ini yang sering dilupakan jika melihat fenomena masyarakat sekarang. Ahlak berjilbab...

Ketika sudah bisa berjilbab, sudah merasa teman sekolahnya yang tidak berjilbab adalah sudah pasti calon bahan bakar neraka, seolah-olah muslimah awam tersebut bisa menerawang masa depan. Kita semua bukanlah Tuhan Yang Maha Tahu.

Kita semua meramal masa depan diri sendiri saja juga tidak mampu, apalagi akhir kondisi keimanan orang lain. Bisa jadi, teman sekolahnya yang tidak berjilbab malah menikah dengan putra kiai di sepuluh tahun kemudian, dan mengalami husnul khotimah saat meninggal.

Atau teman sekolahnya yang detik ini tidak berjilbab malah dikarunia anak soleh sepuluh tahun kemudian. Anaknya masuk pondok pesantren dan menjadi pengusaha yang sangat dermawan di masa depan. Berkat doa si anak yang istimea itu, ibunya mengalami khusnul khotimah. Berjilbab di hari tua, rajin ibadah di hari tua, misalnya tiga tahun sebelum meninggal.

Semua kejadian sangat mungkin. Allah Maha berkehendak. Sementara dosa akibat melukai hati orang lain itu dibawa sampai mati. Diri kita ini jangan sampai mencari surga sambil menebar bekas luka di hati orang lain.

Bagi Alloh, segalanya mudah. Misalnya, menonton berita ada artis sinetron beragama lain dan semasa muda terjebak dunia gemerlap, tapi di usia senja justru mualaf lalu mengabdikan Sisanya pada kegiatan masjid. Misalnya lho... mungkin mbak dan tante sendiri pernah menemui cerita-cerita tidak masuk akal di lingkungan sekitar rumah atau dari teman. Yang dulunya begitu, sekarang malah islami.

Memang sangat ekstrim, tapi sangat mungkin. Sekali lagi, bagi Alloh, segalanya mudah.

***

Guru bangsa kita, KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, setiap harinya kuat membaca minimal 5 juz, dan itu pakai hapalan. Lebih dari membaca one day one juz pakai bantuan membaca teks. Al-Qur’an yang asli adalah memakai hapalan sebab prosesnya tidak jatuh dari langit langsung berbentuk tulisan. Al-Qur’an yang berbentuk kitab adalah bid’ah dari para ulama generasi sahabat. Jadi beliau ulama yang benar-benar ampuh...

Sekalipun demikian, beliau tidak sombong, dan tidak pernah merendahkan orang-orang awam seperti diri saya. Tukang becak yang seumur hidupnya mustahil bisa khatam membaca Al-Qur'an karena memang buta huruf hijaiyah tetap dihormati beliau. Maka diri saya yang selevel tukang becak itu pasti juga dihormati beliau. Sebab Gus Dur beragama dengan akhlak.

Agama Islam adalah gabungan dari ibadah dan akhlak. Jangan dipisah-pisah. Jika tanpa akhlak mulia, jilbab hanyalah seperti lembaran kain, sholat hanyalah seperti gerakan tubuh. Hati-hati.

Kita jangan sampai tertipu dengan diri sendiri. Salah satu ujian orang-orang yang rajin beribadah adalah merasa sudah pantas disebut orang sholeh. Untuk orang-orang yang rajin beribadah, metodenya setan adalah membisikkan kalimat puji-pujian ke dalam batin.

Ujian untuk orang yang awam adalah rajin beribadah, sedangkan ujian untuk orang yang rajin beribadah adalah rendah hati.

Mbak-mbak dan tante-tante, jangan hanya mengajari anak gadis Anda sekalian tentang cara memakai jilbab. Ajarilah juga akhlak pada jilbab itu sendiri. Jangan hanya mengajari tentang tata cara berjilbab, tapi ajarilah juga tentang hati yang selesai. Sebab Allah menyukai ketaatan yang disertai kerendahan hati daripada ketaatan yang disertai kesombongan hati. Wallahu A'lam

(Penulis: Doni Febriando, beliau mahasiswa disalahsatu perguruan tinggi di Yogyakarta dan penulis buku kembali menjadi manusia. Yogyakarta, 19 Februari 2017)


0 komentar

Post a Comment