Saturday, June 11

Da'i Laduni kondang Se Nusantara


Da'i Kondang se Nusantara zaman Bung Karno sampai dengan Soeharto sebelum KH. Zainuddin MZ...

Acara di Istana Negara selalu di isi ceramah beliau guru Pak Sukarno (Ayah teman sekolah kami KH. Fuad Fajrussobah dan mertua KH. Thohir Marzuqi Lirboyo guru Gus Mik Ploso). ACARA DI ISTANA NEGARA SELALU DI ISI CERAMAH BELIAU GURU PAK SUKARNO (AYAH TEMAN SEKOLAH KAMI KH. FUAD FAJRUSSOBAH DAN MERTUA KH.THOHIR MARZUQI LIRBOYO GURU GUS MIK PLOSO)

KH.Yasin Yusuf ulama Kharismatik Blitar (1934-1992). Kiyai Haji Yasin Yusuf adalah muballigh KONDANG dari Blitar, Jawa Timur, di era tahun 1950-1970-an hingga 1980-an.

Selama hidupnya di setiap bulan Rabi'ul Awal, tokoh Nu ini SELALU diminta menjadi penceramah tetap pada ACARA Maulid di ISTANA NEGARA Jakarta di hadapan presiden Soekarno.

Sejak tahun 1953 Kiyai Yasin menjadi guru Madrasah Ibtidaiyah kademangan, blitar. Sejak tahun 1953 beliau pertama kali berceramah naik panggung.

Sejak remaja sudah dikenal pandai berpidato. Gayanya berpidato khas dan berkesan. Beliau bisa menirukan bermacam-macam suara bintang, pesawat terbang, tembakan meriam, bom meledak, dan sebagainya.

Ia juga sering menirukan suara Bung Karno ketika membaca teks Proklamasi. Atau suara Bung Tomo ketika menggelorakan semangat juang para pemuda untuk bertempur melawan Sekutu dalam peristiwa 10 November 1945.

Suara beliau dengan kedua orator ulung itu terdengar persia. Ketika itu belum ada mubaligh yang mempunyai kreasi seperti dirinya.

Pancasila Dan Tahlilan

KH. Yasin Yusuf berkata :
Kalau kita ingin melihat pelaksanaan pancasila yang benar dan tepat maka lihatlah orang Tahlilan yang biasanya diamalkan oleh Orang NU.

  • Satu, orang tahlilan itu pasti baca surat Al-Ikhlas yang berbunyi Qulhu Allahu ahad Allohush Shomad. Itulah KETUHANAN YANG MAHA ESA dan di dalam Tahlilan pasti baca itu. Yang artinya Tuhan itu Satu. Dan juga pasti baca La ilaha illalloh ( Tiada Tuhan Selain Alloh )

  • Kedua, orang tahlilan di lingkungan NU itu siapa pun boleh datang dan ikut, tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan, "kamu bisa tahlil enggak? Kalau enggak bisa, tidak boleh ikut". Di lingkungan NU tidak seperti itu,". Bahkan abangan atau non Muslim pun boleh ikut dan orang yang membid'ah-bid'ahkan tahlil pun dipersilahkan ikut, kalau mau. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB.

  • Ketiga, kalau melihat di kampung-kampung orang tahlilan itu duduknya bersila semua. Tidak dibedakan duduknya seseorang pejabat, Kiyai, santri, dan orang biasa. Semuanya duduk bersila semua, rangkain Dzikir2 yang dibaca pun sama dan seragam, cara bacanya pun bareng. Itulah PERSATUAN INDOMESIA terdapat sila Ketiga dalam pancasila

  • keempat, setelah itu, menjelang dimulai, di sanalah mereka mencari pemimpin, mereka saling tuding, saling tunjuk, tapi juga saling menolak jika ditunjuk. Satunya bilang "Anda saja yang mimpin" dan yang lainnya "Anda yang lebih pantas," Di sinilah terjadi musyawarah kecil-kecilan mencari seorang pemimpin tahlil. Setelah satu orang terpilih, maka dialah yang memimpin tahlil. Itulah KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARAHAN/PERWAKILAN.

  • Kelima, setelah tahlil selesai, "Berkat" (bingkisan berupa makanan) dikeluarkan untuk diberikan kepada orang-orang yang tahlilan. Semuannya mendapatkan "Berkat" yang sama tanpa ada perbedaan baik dalam bentuk, tampilan dan isinya, semuanny sama. Itulah makna KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INSONEAIA.


  Ya memang terkadang ada sedikit tambahan "Berkat" buat yang mimpin tahlil tapi wajarlah.

Beliau wafat dimakamkan dimakam wali tambak Mojo Kediri sekomplek dengan Gus Miek, KH. Ahmad Shiddiq (Rois Aam Nu). Lahumul Faatihah.

Sumber: Gus Syarifudin


0 komentar

Post a Comment